So Voism Office Building
Jalan Dr. Cipto 20 Semarang – Indonesia
Phone / Whatsapp : 081-2299-1270
Email : rkycolawoffice@gmail.com

Senin, 14 November 2016

Tentang Surat Kuasa



A.   Kuasa Pada Umumnya
1.     Pengertian Kuasa secara Umum
Pasal 1792 KUHPer :
Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Pihak yang ada dalam kuasa :
·        Pemberi kuasa / lastgever;
·        Penerima kuasa / kuasa, yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.
Terjadinya pemberian kuasa dalam lembaga hukumnya jika :
·        Pemberi kuasa melimpahkan perwakilan atau mewakilkan kepada penerima kuasa untuk mengurus kepentingannya;
·        Penerima kuasa bertindak penuh mewakili pemberi kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan atas nama pemberi kuasa;
·        Pemberi kuasa bertanggung jawab penuh atas segala perbuatan kuasa
Pada dasarnya pasal yang mengatur pemberian kuasa tidak bersifat imperatif, misalnya para pihak menghendaki agar pemberian kuasa tidak dapat dicabut kembali kembali (irrevocable). Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya hukum perjanjian mengatur.
2.     Sifat Perjanjian Kuasa
a.     Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa
Kapasitas penerima kuasa :
·        Memberi hak dan wewenang kepada kuasa, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa terhadap pihak ketiga;
·        Tindakan tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi kuasa sepanjang tindakan yang dilakukan kuasa tidak melampaui batas kewenangan yang dilimpahkan;
·        Dalam ikatan hukum, pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak materiil (principal) atau pihak utama, penerima kuasa berkedudukan sebagai pihak formil.
b.     Pemberian kuasa bersifat konsensual
Konsensual (consensuale overenkomst) yang mempunyai arti perjanjian berdasarkan kesekatan (agreement) dalam lingkup :
·        Hubungan pemberian kuasa bersifat partai yang terdiri dari pemberi dan penerima kuasa;
·        Hubungan hukum dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa berlaku mengikat sebagai persetujuan diantara para pihak;
·        Oleh sebab itu, pemberian kuasa dilakukan berdasarkan pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.
Menurut Pasal 1792 maupun 1793 ayat (1) KUHPer menyatakan pemberian kuasa selain didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta otentik atau dibawah tangan maupun lisan.
Tanpa mengurangi ketentuan terebut, Pasal 1793 ayat (2) KUHPer penerimaan kuasa dapat dilakukan secara diam-diam yang dapat disimpulkan dari pelaksanaan kuasa tersebut. Namun hal tersebut tidak dapat diterapkan dalam surat kuasa khusus.
c.      Berkarakter garansi-kontrak
Penentuan kekuatan mengikat tindakan kuasa kepada principal (pemberi kuasa) hanya terbatas :
·        Sepanjang kewenangan atau mandat yang diberikan oleh pemberi kuasa;
·        Apabila kuasa bertindak melampaui mandat, tanggung jawab pemberi kuasa hanya sepanjang tindakan yang sesuai dengan mandat. Sedangkan pelampauan itu menjadi tanggung jawab kuasa sesuai dengan asas garansi-kontrak (Pasal 1806 KUHPer)
3.     Berakhirnya Kuasa
Pasal 1813 KUHPer membolehkan berakhirnya perjanjian kuasa secara sepihak atau Unilateral.
Pasal 1338 ayat (2) KUHPer persetujuan tidak dapat ditarik atau dibatalkan secara sepihak, tetapi harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (bilateral).
a.     Pemberi kuasa menarik kembali secara sepihak
Diatur dalam Pasal 1814 KUHPer dengan acuan :
·        Pencabutan tanpa memerlukan persetujuan dari penerima kuasa;
·        Pencabutan dapat dilakukan secara tegas dalam bentuk :
a.     Mencabut secara tegas dengan tertulis; dan
b.     Meminta kembali surat kuasa dari penerima kuasa
·        Pencabutan secara diam-diam (Pasal 1816 KUHPer) dengan catatan pemberi kuasa mengangkat dan menunjuk kuasa baru untuk melakukan urusan yang sama.
b.     Salah satu pihak meninggal
Pasal 1813 KUHPer : dengan meninggalnya salah satu pihak dengan sendirinya pemberian kuasa berakhir demi hukum
c.      Penerima kuasa melepas kuasa
Pasal 1817 KUHPer memberi hak secara sepihak kepada kuasa untuk melepaskan (op zegging) dengan syarat :
·        Harus memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa;
·        Pelepasan tidak boleh dilakukan pada saat yang tidak layak.
4.     Dapat disepakati Kuasa Mutlak
Hal ini diperbolehkan yang menitik beratkan pada asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) yang digariskan Pasal 1338 KUHPer, selama tidak bertentangan dengan Pasal 1337 KUHPer yang meliputi :
·        Kesepakatan itu tidak mengandung hal yang dilarang (Prohibition) oleh undang-undang;
·        Tidak berlawanan dengan kesusilaan dan ketertiban umum (moral and public order).
Pada kuasa mutlak harus memuat klausul :
·        Pemberi kuasa tidak dapat mencabut kembali kuasa yang diberikan kepada penerima kuasa;
·        Meninggalnya pemberi kuasa, tidak mengakhiri perjanjian pemberian kuasa.
B.   Jenis Kuasa
1.     Kuasa Umum
Dalam Pasal 1795 KUHPer, kuasa umum memberikan kuasa kepada seorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu :
·        Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa;
·        Pengurusan tersebut meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atau harta kekayaannya;
·        Titik berat kuasa umum hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan pemberi kuasa.
Dari segi hukum kuasa umum adalah pemberian kuasa hanya sebatas mengurusi untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa. Dan kuasa umu tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa.


2.     Kuasa Khusus
Pasal 1795 KUHPer : Kuasa Khusus hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih
Pasal 1795 KUHPer menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di muka pengadilan, dan dapat disempurnakan sesuai dengan ketentuan Pasal 123 HIR
3.     Kuasa Istimewa
Pasal 1796 KUHPer mengatur pemberian kuasa isimewa dikaitkan dengan Pasal 157 HIR dan Pasal 184 RBg, dengan ketentuan :
a.     Bersifat Limitatif
Hanya terbatas untuk tindakan tertentu yang sangat penting yang melingkupi :
·        Untuk memindahkan benda-benda milik pemberi kuasa atau meletakkan hipotek (hak tanggungan) atas benda tersebut;
·        Untuk membuat perdamaian dengan pihak ketiga;
·        Untuk mengucapkan sumpah penentu (decisoir eed) atau sumpah tambahan (suppletoir eed) sesuai ketentuan Pasal 157 HIR dan Pasal 184 RBg. Yang dapat mengucapkan sumpah sebagai alat bukti sebatas pihak yang berperkara secara pribadi dan tidak dapat diwakilkan. Namun, misalnya pihak yang berperkara sakit :
·        Hakim dapat memberi izin kepada kuasa untuk mengucapkannya;
·        Kuasa diberi kuasa istimewa oleh principal dan menyebut dengan jelas bunyi sumpah yang akan diucapkan kuasa.
b.    Harus berbentuk akta otentik
Pasal 123 HIR : surat kuasa istimewa hanya dapat diberikan dalam benuk yang sah, agar sah menurut hukum harus dibuat dalam akta notaris.

4.     Kuasa Perantara
Pasal 1792 KUHPer dan Pasal 62 KUHD : pemberi kuasa sebagai principal memberi perintah kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum tertantu.
C.   Kuasa Menurut Hukum
Disebut sebagai wettelijk vertegenwoordig atau legal mandatory (legal representative), maksudnya undang-undang menetapkan seorang atau badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak mewakili untuk dirinya sendiri tanpa memerlukan surat kuasa.
Kuasa menurut hukum yang dapat bertindak mewakili kepentingan orang atau badan tanpa memerlukan adanya kuasa :
a.     Wali terhadap anak di bawah perwalian
Wali dengan sendirinya menurut hukum menjadi kuasa untuk bertindak mewakili kepentingan anak yang berada dibawah perwalian (Pasal 51 UU Perkawinan / 1 tahun 1974)
b.     Kurator atas orang yang tidak waras
Pasal 229 HIR : orang yang sudah dewasa tetapi tidak bisa memelihara dirinya dan mengurus barangnya karena kurang waras dapat mengangkat seorang kurator.
c.      Orang tua terhadap anak yang belum dewasa
Pasal 45 ayat (2) UU 1/1974 : orang tua dengan sendirinya menurut hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali hingga anak menjadi dewasa.
d.     BHP Sebagai kurator kepailitan
e.      Direksi atau pengurus badan hukum
f.       Direksi perusahaan perseroan
g.     Pimpinan perwakilan perusahaan asing
h.     Pimpinan cabang perusahaan domestik
D.   Bentuk Kuasa di Depan Pengadilan
Pasal 123 ayat (1) HIR bentuk kuasa di depan pengadilan terdiri dari :
a.     Kuasa secara lisan
Pasal 123 ayat (1) HIR, Pasal 147 ayat (1) RBg dan Pasal 120 HIR : bentuk kuasa lisan terdiri dari :
1.     Dinyatakan secara lisan oleh penggugat di hadapan Ketua PN
Pasal 120 HIR memberikan hak kepada penggugat yang buta aksara untuk mengajukan gugatan lisan tersebut dapat secara bersamaan dapat menyampaikan pernyataan lisan mengenai :
·        Pemberian atau penunjukan kuasa kepada seorang atau lebih;
·        Pernyataan pemberian kuasa secara lisan tersebut disebutkan dalam catatan gugatan yang dibuat oleh Ketua PN
2.     Kuasa yang ditunjuk secara lisan di persidangan
Secara implisit disebutkan dalam Pasal 123 ayat (1) HIR : penunjukan kuasa secara lisan di muka pengadilan pada saat proses pemeriksaan berlangsung diperbolehkan dengan syarat :
·        Penunjukan tersebut dilakukan dengan kata-kata tegas (expressis verbis);
·        Majelis memerintahkan panitera untuk mencatatkan dalam berita acara persidangan.
b.    Kuasa yang ditunjuk dalam surat gugatan
Diatur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR, Pasal 147 ayat (1) RBg : gugatan perdata diajukan secara tertulis dalam bentuk surat gugatan dan ditanda tangani oleh penggugat. Penggugat dalam gugatan tersebut dapat langsung mencantumkan dan menunjuk kuasa yang dikehendakinya untuk mewakilinya dalam proses pemeriksaan
Penunjukan ini dikaitkan dengan Pasal 118 HIR dan Pasal 142 Rbg. Dimana penunjukan tersebut sah menurut hukum dan memenuhi syarat formil.
c.      Surat Kuasa Khusus
Selain kuasa lisan atau kuasa yang ditunjuk dalam gugatan, ada juga pemberian kuasa dengan Surat kuasa khusus (bijzondere schriftelijke machtiging) dengan kriteria :
1.     Syarat dan formulasi surat kuasa khusus
Berbentuk tertulis atau akta yang disebut surat kuasa khusus yang berisi pernyataan penunjukan kuasa kepada kuasa yang berisi : ”memberi kuasa kepada seseorang untuk mewakili pemberi kuasa menghadap di semua pengadilan
Sedangkan mengenai syarat kuasa khusus:
·        SEMA No. 2 Tahun 1959 :
a.     Menyebutkan kompetensi relatif di PN dimana kuasa tersebut dipergunakan;
b.     Menyebutkan identitas para pihak;
c.      Menyebutkan secara ringkas dan kongkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan
Syarat tersebut bersifat kumulatif, dimana salah satu tidak dipenuhi berakibat surat kuasa khusus cacat formil dan dengan sendirinya kedudukan kuasa tidak sah.
·        SEMA No. 5 tahun 1962
SEMA ini memberikan petunjuk kepada hakim mengenai penyempurnaan surat kuasa khusus, diantaranya:
a.     PN dan PT dapat menyempurnakan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat.
b.     Jika pemberi kuas meninggal, pelaksanaan pemanggilan untuk penyempurnaan surat kuasa dapat digantikan salah seorang ahli waris.


·        SEMA No.1 tahun 1971 :
a.     Yang berkepntingan dianggap sudah harus mengetahui serta mengindahkan syarat surat kuasa khusus;
b.     Apabila ditemukan surat kuasa khusus yang tidak memenuhi syarat PN maupun PT tidak perlu menyempurnakan;
c.      Mencabut kembali SEMA No 2 tahun 1959 dan SEMA No. 5 tahun 1962
·        SEMA No. 6 tahun 1994 :
a.     Menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan di pengadilan;
b.     Menyebut kompetensi relatif;
c.      Menyebut identitas dan kedudukan para pihak;
d.     Menyebut secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan.
Syarat tersebut bersifat kumulatif dan apabila salah satu syarat tidak dipenuhi maka kuasa tidak sah menurut hukum.
d.    Bentuk formil surat kuasa khusus
Bentuk formil surat kuasa khusus dapat berbentuk :
1.     Akta Notaris
Dapat berbentuk akta otentik berupa akta notaris yaitu surat kuasa itu dibuat dihadapan notaris yang dihadiri pemberi dan penerima kuasa.
2.     Akta yang dibuat didepan panitera
Dengan ketentuan dibuat dihadapan Panitera PN sesuai dengan kompetensi relatif dan dilegalisir oleh Ketua PN atau Hakim.
3.     Akta dibawah tangan
Akta dibuat tanpa perantara pejabat yang ditandatangani para pihak.
E.   Permasalahan Penerapan Surat Kuasa Khusus
1.     Surat kuasa khusus dengan cap jempol
Surat kuasa yang berbentuk akta dibawah tangan dapat diberikan cap jempol dan sah menurut hukum. Namun surat kuasa tersebut harus dilegalisir oleh notaris maupun pejabat yang berwenang.
2.     Tidak menyebut subjek dan objek
Surat kuasa khusus yang tidak menyebut atau mencantumkan pihak yang berperkara maupun objek yang diperkarakan, tidak sah menurut hukum karena tidak memenuhi syarat formil sebagai surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan Pasal 123 ayat (1) HIR, Pasal 147 Rbg dan SEMA No.1 tahun 1971.
3.     Surat kuasa khusus diterbitkan berdasarkan kuasa umum
Surat kuasa umum yang dipegang seseorang tidak bisa menjadi dasar untuk menerbitkan surat kuasa khusus kepada orang lain, sebab pemegangnya sendiri tidak berkapasitas sebagai kuasa khusus sehingga yang bersangkutan tidak memiliki otoritas untuk menerbitkan surat kuasa khusus atau kuasa subtitusi kepada orang lain.
4.     Surat kuasa dibuat oleh orang yang tidak berwenang
Meskipun pada mulanya seseorang mempunyai kedudukan dan kapasitas penuh bertindak untuk dan atas namanya sendiri maupun bertindak atas nama perseroan tetapi kemudian hal tersebut dicabut dan dikesampingkan oleh peraturan perundang-undangan dengan sendirinya menurut hukum hilang hak dan wewenangnya melakukan tindakan hukum atas namanya maupun atas nama perseroan terbatas.
5.     Surat kuasa khusus dianggap sah apabila penggugat hadir didampingi kuasa
6.     Surat kuasa khusus yang menunjuk nomor register perkara, sah menurut hukum
7.     Surat kuasa tidak menyebut kompetensi relatif
8.     Kuasa subtitusi tidak sah
Apabila kuasa menunjuk kuasa subtitusi dan kewenangan tersebut tidak disebutkan dalam surat kuasa, maka kuasa subtitusi tersebut tidak sah.
9.     Cacatnya surat kuasa konvensi meliputi gugatan rekonvensi
Karena rekonvensi asesor dengan gugatan konvensi, dengan asas keberadaan putusan rekonvensi mengikuti keberadaan dan putusan konvensi apabila putusan konvensi bersifat negatif.
10.                      Surat kuasa yang dibuat diluar negeri
Berdasarkan asas hukum perdata internasional, lex fori, sesuai dengan doktrin the law of the forum yaitu hukum acara yang berlaku tunduk kepada ketentuan pengadilan tempat gugatan diajukan atau diterima. Dalam hal ini memenuhi syarat pokok dalam Pasal 123 ayat (1) HIR dan SEMA No. 1 tahun 1971 jo. SEMA No. 6 tahun 1994 dan memenuhi syarat tambahan, yaitu berupa legalisasi oleh KBRI setempat maupun oleh Konsulat Jenderal setempat.
11.                      Kuasa kasasi mesti dibuat khusus dan tersendiri
Pasal 44 ayat (1) huruf (a) UU 14 tahun 1985 : untuk mengajukan kasasi dalam perkara perdata, seorang kuasa harus secara khusus untuk membuat surat kuasa khusus tersendiri dalam persidangan pada tingkat Kasasi.
12.                      Kuasa atau wakil negara
Dalam hal ini kejaksaan atau pengacara negara yang diangkat oleh pemerintah mapun orang atau pejabat tertentu yang diangkat dan ditunjuk oleh instansi atau lembaga yang bersangkutan. Hal tersebut tidak memerlukan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan Pasal 123 ayat (2) HIR.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar