A.
Kuasa Pada Umumnya
1.
Pengertian Kuasa secara Umum
Pasal 1792 KUHPer :
Pemberian
kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada
seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Pihak yang ada dalam kuasa :
·
Pemberi kuasa / lastgever;
·
Penerima kuasa /
kuasa, yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk dan atas nama
pemberi kuasa.
Terjadinya pemberian kuasa dalam lembaga
hukumnya jika :
·
Pemberi kuasa
melimpahkan perwakilan atau mewakilkan kepada penerima kuasa untuk mengurus
kepentingannya;
·
Penerima kuasa
bertindak penuh mewakili pemberi kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan atas
nama pemberi kuasa;
·
Pemberi kuasa
bertanggung jawab penuh atas segala perbuatan kuasa
Pada dasarnya pasal yang mengatur
pemberian kuasa tidak bersifat imperatif, misalnya para pihak menghendaki agar
pemberian kuasa tidak dapat dicabut kembali kembali (irrevocable). Hal ini dimungkinkan karena pada dasarnya hukum
perjanjian mengatur.
2.
Sifat Perjanjian Kuasa
a.
Penerima kuasa
langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa
Kapasitas penerima kuasa :
·
Memberi hak dan
wewenang kepada kuasa, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa terhadap
pihak ketiga;
·
Tindakan
tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi kuasa sepanjang tindakan yang
dilakukan kuasa tidak melampaui batas kewenangan yang dilimpahkan;
·
Dalam ikatan
hukum, pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak materiil (principal) atau pihak utama, penerima kuasa berkedudukan sebagai
pihak formil.
b.
Pemberian kuasa
bersifat konsensual
Konsensual (consensuale overenkomst) yang mempunyai arti perjanjian berdasarkan
kesekatan (agreement) dalam lingkup :
·
Hubungan
pemberian kuasa bersifat partai yang terdiri dari pemberi dan penerima kuasa;
·
Hubungan hukum
dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa berlaku mengikat sebagai
persetujuan diantara para pihak;
·
Oleh sebab itu,
pemberian kuasa dilakukan berdasarkan pernyataan kehendak yang tegas dari kedua
belah pihak.
Menurut Pasal 1792 maupun 1793 ayat (1)
KUHPer menyatakan pemberian kuasa selain didasarkan atas persetujuan kedua
belah pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta otentik atau dibawah tangan
maupun lisan.
Tanpa mengurangi ketentuan terebut,
Pasal 1793 ayat (2) KUHPer penerimaan kuasa dapat dilakukan secara diam-diam
yang dapat disimpulkan dari pelaksanaan kuasa tersebut. Namun hal tersebut
tidak dapat diterapkan dalam surat kuasa khusus.
c.
Berkarakter
garansi-kontrak
Penentuan kekuatan mengikat tindakan
kuasa kepada principal (pemberi
kuasa) hanya terbatas :
·
Sepanjang
kewenangan atau mandat yang diberikan oleh pemberi kuasa;
·
Apabila kuasa
bertindak melampaui mandat, tanggung jawab pemberi kuasa hanya sepanjang
tindakan yang sesuai dengan mandat. Sedangkan pelampauan itu menjadi tanggung
jawab kuasa sesuai dengan asas garansi-kontrak (Pasal 1806 KUHPer)
3.
Berakhirnya Kuasa
Pasal 1813 KUHPer membolehkan
berakhirnya perjanjian kuasa secara sepihak atau Unilateral.
Pasal 1338 ayat (2) KUHPer persetujuan
tidak dapat ditarik atau dibatalkan secara sepihak, tetapi harus berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak (bilateral).
a.
Pemberi kuasa
menarik kembali secara sepihak
Diatur dalam Pasal 1814 KUHPer dengan
acuan :
·
Pencabutan tanpa
memerlukan persetujuan dari penerima kuasa;
·
Pencabutan dapat
dilakukan secara tegas dalam bentuk :
a.
Mencabut secara
tegas dengan tertulis; dan
b.
Meminta kembali
surat kuasa dari penerima kuasa
·
Pencabutan
secara diam-diam (Pasal 1816 KUHPer) dengan catatan pemberi kuasa mengangkat
dan menunjuk kuasa baru untuk melakukan urusan yang sama.
b.
Salah satu pihak
meninggal
Pasal 1813 KUHPer : dengan meninggalnya
salah satu pihak dengan sendirinya pemberian kuasa berakhir demi hukum
c.
Penerima kuasa
melepas kuasa
Pasal 1817 KUHPer memberi hak secara
sepihak kepada kuasa untuk melepaskan (op
zegging) dengan syarat :
·
Harus
memberitahu kehendak pelepasan itu kepada pemberi kuasa;
·
Pelepasan tidak
boleh dilakukan pada saat yang tidak layak.
4.
Dapat disepakati Kuasa Mutlak
Hal ini diperbolehkan yang menitik
beratkan pada asas kebebasan berkontrak (freedom
of contract) yang digariskan Pasal 1338 KUHPer, selama tidak bertentangan
dengan Pasal 1337 KUHPer yang meliputi :
·
Kesepakatan itu
tidak mengandung hal yang dilarang (Prohibition)
oleh undang-undang;
·
Tidak berlawanan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum (moral
and public order).
Pada kuasa mutlak harus memuat klausul :
·
Pemberi kuasa
tidak dapat mencabut kembali kuasa yang diberikan kepada penerima kuasa;
·
Meninggalnya
pemberi kuasa, tidak mengakhiri perjanjian pemberian kuasa.
B.
Jenis Kuasa
1.
Kuasa Umum
Dalam Pasal 1795 KUHPer, kuasa umum
memberikan kuasa kepada seorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu
:
·
Melakukan
tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa;
·
Pengurusan
tersebut meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi
kuasa atau harta kekayaannya;
·
Titik berat
kuasa umum hanya meliputi perbuatan atau tindakan pengurusan kepentingan
pemberi kuasa.
Dari segi hukum kuasa umum adalah
pemberian kuasa hanya sebatas mengurusi untuk mengatur kepentingan pemberi
kuasa. Dan kuasa umu tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk
mewakili pemberi kuasa.
2.
Kuasa Khusus
Pasal 1795 KUHPer : Kuasa Khusus hanya mengenai satu
kepentingan tertentu atau lebih
Pasal 1795 KUHPer menjadi landasan
pemberian kuasa untuk bertindak di muka pengadilan, dan dapat disempurnakan
sesuai dengan ketentuan Pasal 123 HIR
3.
Kuasa Istimewa
Pasal 1796 KUHPer mengatur pemberian
kuasa isimewa dikaitkan dengan Pasal 157 HIR dan Pasal 184 RBg, dengan
ketentuan :
a.
Bersifat Limitatif
Hanya terbatas untuk tindakan tertentu
yang sangat penting yang melingkupi :
·
Untuk
memindahkan benda-benda milik pemberi kuasa atau meletakkan hipotek (hak
tanggungan) atas benda tersebut;
·
Untuk membuat
perdamaian dengan pihak ketiga;
·
Untuk
mengucapkan sumpah penentu (decisoir eed)
atau sumpah tambahan (suppletoir eed)
sesuai ketentuan Pasal 157 HIR dan Pasal 184 RBg. Yang dapat mengucapkan sumpah
sebagai alat bukti sebatas pihak yang berperkara secara pribadi dan tidak dapat
diwakilkan. Namun, misalnya pihak yang berperkara sakit :
·
Hakim dapat
memberi izin kepada kuasa untuk mengucapkannya;
·
Kuasa diberi
kuasa istimewa oleh principal dan
menyebut dengan jelas bunyi sumpah yang akan diucapkan kuasa.
b.
Harus berbentuk akta otentik
Pasal 123 HIR : surat kuasa istimewa
hanya dapat diberikan dalam benuk yang sah, agar sah menurut hukum harus dibuat
dalam akta notaris.
4.
Kuasa Perantara
Pasal 1792 KUHPer dan Pasal 62 KUHD :
pemberi kuasa sebagai principal memberi
perintah kepada pihak kedua dalam kedudukannya sebagai agen atau perwakilan
untuk melakukan perbuatan hukum tertantu.
C.
Kuasa Menurut Hukum
Disebut sebagai wettelijk vertegenwoordig atau legal
mandatory (legal representative),
maksudnya undang-undang menetapkan seorang atau badan untuk dengan sendirinya
menurut hukum bertindak mewakili untuk dirinya sendiri tanpa memerlukan surat
kuasa.
Kuasa menurut hukum yang dapat bertindak
mewakili kepentingan orang atau badan tanpa memerlukan adanya kuasa :
a.
Wali terhadap
anak di bawah perwalian
Wali dengan sendirinya menurut hukum
menjadi kuasa untuk bertindak mewakili kepentingan anak yang berada dibawah
perwalian (Pasal 51 UU Perkawinan / 1 tahun 1974)
b.
Kurator atas
orang yang tidak waras
Pasal 229 HIR : orang yang sudah dewasa
tetapi tidak bisa memelihara dirinya dan mengurus barangnya karena kurang waras
dapat mengangkat seorang kurator.
c.
Orang tua
terhadap anak yang belum dewasa
Pasal 45 ayat (2) UU 1/1974 : orang tua
dengan sendirinya menurut hukum berkedudukan dan berkapasitas sebagai wali
hingga anak menjadi dewasa.
d.
BHP Sebagai
kurator kepailitan
e.
Direksi atau
pengurus badan hukum
f.
Direksi
perusahaan perseroan
g.
Pimpinan
perwakilan perusahaan asing
h.
Pimpinan cabang
perusahaan domestik
D.
Bentuk Kuasa di Depan Pengadilan
Pasal 123 ayat (1) HIR bentuk kuasa di depan
pengadilan terdiri dari :
a.
Kuasa secara lisan
Pasal 123 ayat (1) HIR, Pasal 147 ayat
(1) RBg dan Pasal 120 HIR : bentuk kuasa lisan terdiri dari :
1.
Dinyatakan secara lisan oleh penggugat di hadapan
Ketua PN
Pasal 120 HIR memberikan hak kepada
penggugat yang buta aksara untuk mengajukan gugatan lisan tersebut dapat secara
bersamaan dapat menyampaikan pernyataan lisan mengenai :
·
Pemberian atau
penunjukan kuasa kepada seorang atau lebih;
·
Pernyataan
pemberian kuasa secara lisan tersebut disebutkan dalam catatan gugatan yang
dibuat oleh Ketua PN
2.
Kuasa yang ditunjuk secara lisan di persidangan
Secara implisit disebutkan dalam Pasal
123 ayat (1) HIR : penunjukan kuasa secara lisan di muka pengadilan pada saat
proses pemeriksaan berlangsung diperbolehkan dengan syarat :
·
Penunjukan
tersebut dilakukan dengan kata-kata tegas (expressis
verbis);
·
Majelis
memerintahkan panitera untuk mencatatkan dalam berita acara persidangan.
b.
Kuasa yang ditunjuk dalam surat gugatan
Diatur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR,
Pasal 147 ayat (1) RBg : gugatan perdata diajukan secara tertulis dalam bentuk
surat gugatan dan ditanda tangani oleh penggugat. Penggugat dalam gugatan
tersebut dapat langsung mencantumkan dan menunjuk kuasa yang dikehendakinya
untuk mewakilinya dalam proses pemeriksaan
Penunjukan ini dikaitkan dengan Pasal
118 HIR dan Pasal 142 Rbg. Dimana penunjukan tersebut sah menurut hukum dan
memenuhi syarat formil.
c.
Surat Kuasa Khusus
Selain kuasa lisan atau kuasa yang
ditunjuk dalam gugatan, ada juga pemberian kuasa dengan Surat kuasa khusus (bijzondere schriftelijke machtiging)
dengan kriteria :
1.
Syarat dan
formulasi surat kuasa khusus
Berbentuk tertulis atau akta yang
disebut surat kuasa khusus yang berisi pernyataan penunjukan kuasa kepada kuasa
yang berisi : ”memberi kuasa kepada
seseorang untuk mewakili pemberi kuasa menghadap di semua pengadilan”
Sedangkan mengenai syarat kuasa khusus:
·
SEMA No. 2 Tahun
1959 :
a.
Menyebutkan
kompetensi relatif di PN dimana kuasa tersebut dipergunakan;
b.
Menyebutkan
identitas para pihak;
c.
Menyebutkan
secara ringkas dan kongkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan
Syarat tersebut bersifat kumulatif,
dimana salah satu tidak dipenuhi berakibat surat kuasa khusus cacat formil dan
dengan sendirinya kedudukan kuasa tidak sah.
·
SEMA No. 5 tahun
1962
SEMA ini memberikan petunjuk kepada
hakim mengenai penyempurnaan surat kuasa khusus, diantaranya:
a.
PN dan PT dapat
menyempurnakan surat kuasa yang tidak memenuhi syarat.
b.
Jika pemberi
kuas meninggal, pelaksanaan pemanggilan untuk penyempurnaan surat kuasa dapat
digantikan salah seorang ahli waris.
·
SEMA No.1 tahun
1971 :
a.
Yang
berkepntingan dianggap sudah harus mengetahui serta mengindahkan syarat surat
kuasa khusus;
b.
Apabila
ditemukan surat kuasa khusus yang tidak memenuhi syarat PN maupun PT tidak
perlu menyempurnakan;
c.
Mencabut kembali
SEMA No 2 tahun 1959 dan SEMA No. 5 tahun 1962
·
SEMA No. 6 tahun
1994 :
a.
Menyebut dengan
jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan di pengadilan;
b.
Menyebut
kompetensi relatif;
c.
Menyebut
identitas dan kedudukan para pihak;
d.
Menyebut secara
ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan.
Syarat tersebut bersifat kumulatif dan
apabila salah satu syarat tidak dipenuhi maka kuasa tidak sah menurut hukum.
d.
Bentuk formil surat kuasa khusus
Bentuk formil surat kuasa khusus dapat berbentuk :
1. Akta Notaris
Dapat berbentuk akta otentik berupa akta notaris
yaitu surat kuasa itu dibuat dihadapan notaris yang dihadiri pemberi dan
penerima kuasa.
2. Akta yang dibuat didepan panitera
Dengan ketentuan dibuat dihadapan
Panitera PN sesuai dengan kompetensi relatif dan dilegalisir oleh Ketua PN atau
Hakim.
3. Akta dibawah tangan
Akta dibuat tanpa perantara pejabat yang
ditandatangani para pihak.
E.
Permasalahan Penerapan Surat Kuasa Khusus
1.
Surat kuasa khusus dengan cap jempol
Surat kuasa yang berbentuk akta dibawah
tangan dapat diberikan cap jempol dan sah menurut hukum. Namun surat kuasa
tersebut harus dilegalisir oleh notaris maupun pejabat yang berwenang.
2.
Tidak menyebut subjek dan objek
Surat kuasa khusus yang tidak menyebut
atau mencantumkan pihak yang berperkara maupun objek yang diperkarakan, tidak
sah menurut hukum karena tidak memenuhi syarat formil sebagai surat kuasa
khusus sesuai dengan ketentuan Pasal 123 ayat (1) HIR, Pasal 147 Rbg dan SEMA
No.1 tahun 1971.
3.
Surat kuasa khusus diterbitkan berdasarkan kuasa
umum
Surat kuasa umum yang dipegang seseorang
tidak bisa menjadi dasar untuk menerbitkan surat kuasa khusus kepada orang
lain, sebab pemegangnya sendiri tidak berkapasitas sebagai kuasa khusus
sehingga yang bersangkutan tidak memiliki otoritas untuk menerbitkan surat
kuasa khusus atau kuasa subtitusi kepada orang lain.
4.
Surat kuasa dibuat oleh orang yang tidak berwenang
Meskipun pada mulanya seseorang
mempunyai kedudukan dan kapasitas penuh bertindak untuk dan atas namanya
sendiri maupun bertindak atas nama perseroan tetapi kemudian hal tersebut
dicabut dan dikesampingkan oleh peraturan perundang-undangan dengan sendirinya
menurut hukum hilang hak dan wewenangnya melakukan tindakan hukum atas namanya
maupun atas nama perseroan terbatas.
5.
Surat kuasa khusus dianggap sah apabila penggugat
hadir didampingi kuasa
6.
Surat kuasa khusus yang menunjuk nomor register
perkara, sah menurut hukum
7.
Surat kuasa tidak menyebut kompetensi relatif
8.
Kuasa subtitusi tidak sah
Apabila kuasa menunjuk kuasa subtitusi
dan kewenangan tersebut tidak disebutkan dalam surat kuasa, maka kuasa
subtitusi tersebut tidak sah.
9.
Cacatnya surat kuasa konvensi meliputi gugatan
rekonvensi
Karena rekonvensi asesor dengan gugatan
konvensi, dengan asas keberadaan putusan rekonvensi mengikuti keberadaan dan
putusan konvensi apabila putusan konvensi bersifat negatif.
10.
Surat kuasa yang dibuat diluar negeri
Berdasarkan asas hukum perdata
internasional, lex fori, sesuai
dengan doktrin the law of the forum
yaitu hukum acara yang berlaku tunduk kepada ketentuan pengadilan tempat
gugatan diajukan atau diterima. Dalam hal ini memenuhi syarat pokok dalam Pasal
123 ayat (1) HIR dan SEMA No. 1 tahun 1971 jo. SEMA No. 6 tahun 1994 dan
memenuhi syarat tambahan, yaitu berupa legalisasi oleh KBRI setempat maupun
oleh Konsulat Jenderal setempat.
11.
Kuasa kasasi mesti dibuat khusus dan tersendiri
Pasal 44 ayat (1) huruf (a) UU 14 tahun
1985 : untuk mengajukan kasasi dalam perkara perdata, seorang kuasa harus
secara khusus untuk membuat surat kuasa khusus tersendiri dalam persidangan
pada tingkat Kasasi.
12.
Kuasa atau wakil negara
Dalam hal ini kejaksaan atau pengacara
negara yang diangkat oleh pemerintah mapun orang atau pejabat tertentu yang
diangkat dan ditunjuk oleh instansi atau lembaga yang bersangkutan. Hal
tersebut tidak memerlukan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan Pasal 123
ayat (2) HIR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar